Saya bersekolah di SMAN I Jayapura (dulu) di Jalan Biak, Abepura. Sekolah idaman karena lebih dekat rumah. Setelah sejumlah petualangan, akhirnya saya dinyatakan tidak naik kelas. Jreng!
Cerita tidak naik kelasnya kapan-kapan ya
Saya pun dipulangkan ke Jawa. Singkat cerita saya lanjut bersekolah di SMAN Juwana, Pati. Ternyata di sekolah baru sama menemukan keseruan baru. Suatu hari, ada teman yang memberi pengumuman tentang rekrutmen majalah sekolah. Entah kenapa, saya mendaftar.
Pertemuan pertama tim majalah dinding, Pak Adib, guru BP yang memberi pengarahan termasuk membentuk struktur tim majalah sekolah. Sampai pada titik, siapa yang bersedia menjadi pemimpin redaksi majalah sekolah? Entah kenapa pula, saya mengajukan diri. 😅
Saya memang suka baca buku. Saya suka ngendong di perpustakaan SMP. Saya beberapa kali berkunjung ke perpustakaan daerah ketika SMA. Tapi saya kan tidak berpengalaman menulis dan memimpin tim. Haha entah kenapa….jalan saja dulu
Tugas kami pertama membuat majalah dinding secara berkala. Seperti biasa, pada awalnya ramai sekali teman yang terlibat dalam pembuatan majalah dinding. Mulai dari menulis, mencetak, menggunting, menempelkan, menata hingga menghiasinya. Lalu perlahan teman yang terlibat berkurang drastis dan hanya tersisa tim kecil. Mungkin karena aku belum bisa memimpin ya 😅
Tim kecil pun kembang kempis dari 8 orang sampai 4 orang. Pemimpin redaksi, pemimpin usaha, sekretaris dan bendahara. Saya, Sugiyono, Nana dan Tri Murti. Itu pun dari kelas yang sama. Setiap Sabtu sore kami berkumpul buat mengerjakan majalah dinding. Saya bersepeda, berangkat terang, pulang gelap.
Dan dari situ nanti pertama kali muncul panggilan Bukik. Singkong tua yang sampai menjadi keras. 😅
Terlibat di majalah sekolah itu pengalaman yang luar biasa. Saya membaca banyak majalah, termasuk berlangganan Majalah HAI. Mencari ide tulisan maupun rubrik yang sekiranya bisa menarik pembaca. Berdiskusi tentang tata letak yang memikat. Belajar menulis dengan menggabungkan ide dari majalah dengan pengalaman sehari-hari. Belajar mengelola tim, termasuk berkomunikasi, bekerjasama hingga mengatasi konflik.
Pengalaman yang membangun kesadaran tentang kekuatan diri dalam hal menulis. Potensi yang terlambat disadari dan terlambat pula digunakan sebagai keterampilan hidup. Meski begitu, setiap kali menulis setiap kali pula menemukan diri sendiri. Pengalaman terlibat di majalah dinding ini semacam validasi diri. Pengalaman bermakna yang memvalidasi kekuatan kita. Pengalaman validasi yang dibutuhkan oleh anak-anak kita.
Begitulah. Sebuah kesulitan, tidak naik kelas, membuka kesempatan belajar baru yang menentukan jalan hidup berikutnya. Perjalanan hidup lebih lambat setahun, tapi lebih kaya pelajaran hidup.
Bagaimana Anda menemukan kesempatan dalam kesulitan??
Pandai bersyukurnya itu lho TOP BGT, jadi iri…