Tiga +1 Ciri Guru Keren

Lima belas hari pelatihan menjadi guru memberi banyak pelajaran buat saya. Proses belajar yang membawa saya pada kesimpulan, tiga +1 ciri guru keren

Tulisan ini adalah bagian kedua. Tulisan pertama bisa baca di Menjadi Guru itu….Curhat Mengikuti 15 Hari Pelatihan Guru

Menjadi guru keren itu menjadi desainer pengalaman belajar siswa (karena kalau hanya menyampaikan materi, namanya tukang jamu)

Apa sih yang terbayang mengenai aktivitas guru? Saya sih membayangkan orang berdiri di depan kelas dan berbicara hingga berbusa-busa untuk meyakinkan siswa sekelas. Punya bayangan yang sama?

Ketika ikut pelatihan guru ini saya jadi bener-bener sadar bahwa bayangan saya mengenai guru sama sekali keliru.  Selama ini saya sebenarnya bukan membayangkan aktivitas guru, tapi aktivitas tukang jamu.  Eits bukan mbak atau mbok jamu yang jualan jamu gendong. Tukang jamu itu sebutan untuk orang yang buka lapak jamu di pasar atau tempat keramaian lain, kemudian berkoar-koar meyakinkan semua orang bahwa jamu yang ditawarkannya bisa menyembuhkan semua jenis penyakit. Semua cara dilakukan untuk meyakinkan. Semua bantahan orang bisa disanggah. Kebenaran mutlak jadi milik tukang jamu :D

Pelatihan menjadi guru ini mengubah bayangan saya tentang guru, dari tukang jamu menjadi desainer. Layaknya desainer, aktivitas pokok guru lebih luas daripada berkoar-koar di depan kelas. Aktivitas guru yang bikin saya pusing selama pelatihan justru mendesain pengalaman belajar siswa. Bagaimana mencapai tujuan belajar berdasarkan apa yang telah diketahui siswa, sesuai minat dan cara belajar siswa, secara variatif dan seru dengan menggunakan peralatan dan materi yang tersedia.

Menjadi guru 1
Menjadi guru itu memikirkan desain pengalaman belajar bagi siswa

Desain rumah yang baik belum tentu menghasilkan rumah yang baik. Tapi percayalah, desain rumah yang buruk dijamin meghasilkan rumah yang buruk. Desain pengalaman belajar adalah setengah aktivitas guru. Bila setengah aktivitas guru ini beres, maka proses berikutnya dijamin lebih lancar. Mungkin kemampuan layaknya motivator akan membantu guru membuat suasana menyenangkan di ruang kelas, tapi tanpa desain yang baik susah dibayangkan kelas akan mencapai tujuan belajar.

Jadi guru keren adalah guru yang mempersiapkan secara matang kelasnya. Guru keren memikirkan desain pengalaman belajar siswanya. Bukan lagi memikirkan apa yang akan disampaikan, tapi hingga memikirkan apa yang akan dirasakan siswa selama dan setelah mengalami proses belajar.

Menjadi guru keren itu merangkai aksi dan refleksi (karena kalau hanya aksi saja namanya aktivis, kalau hanya refleksi saja namanya pemimpi)

Apa sih yang anda benci dari tugas sekolah? Kalau saya benci diberi tugas yang berat, tapi setelah dikerjakan tidak mendapat masukan dari guru. Jadi pernah disuruh membuat tulisan. Tulisan dikumpul kemudian beberapa hari kemudian dibagikan lagi. Sebagian teman yang berekspresi senang pastilah melihat nilai baik di lembar tulisannya. Saya sendiri sih lebih sering dapat nilai jelek, berkat tulisan cakar ayam :D. Bencinya? Saya tahu dapat nilai jelek, tapi saya tidak tahu kekeliruan saya dan tidak pernah tahu bagaimana memperbaiknya. Guru saya seolah berkata: “Terima lah takdirmu nak”.

Setelah mengikuti pelatihan ini saya baru sadar bahwa tugas guru bukan sekedar memberi tugas untuk dikerjakan siswa. Siswa mengerjakan tugas memang penting agar tidak pasif di kelas. Tapi tidak cukup dengan mengerjakan tugas akan membuat siswa belajar. Ada elemen penting yang menentukan kualitas belajar siswa, umpan balik dari guru, siswa atau orang lain. Umpan balik yang memfasilitasi siswa untuk melakukan refleksi atas proses dan hasil tugasnya.

Menjadi guru 2
Refleksi bisa berdasakan umpan balik dari guru maupun dari teman

Jadi tugas guru adalah merangkai aksi dan refleksi sehingga siswa bisa menjadi seorang pembelajar. Beri kesempatan siswa untuk memutuskan dan mengerjakan tugas. Bantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap proses dan hasil tugasnya. Berat ya? Huehehe iya kalau saya tidak mengikuti pelatihan, saya pun punya pandangan yang sama. Merangkai aksi-refleksi mungkin berat, tapi tugas guru yang memastikan bahwa siklus itu bisa dialami oleh siswa secara mudah.

Menjadi guru 4
Semakin memberi umpan balik semakin belajar

Selama mengikuti pelatihan, saya melihat sendiri barang bukti bagaimana aksi-refleksi dilakukan di kelas 2 SD. Iya kelas 2 SD. Ada lembaran kertas di dinding kelas yang menunjukkan hasil refleksi siswa terhadap proses belajarnya. Sederhana memang, tapi menunjukkan bahwa anak-anak pun bisa melakukan refleksi.

Apa pentingnya refleksi? Dalam buku Anak Bukan Kertas Kosong, saya menyebut refleksi sebagai belajar putaran ganda. Dengan refleksi, siswa menjadi sadar terhadap tindakan dan konsekuensinya. Semakin banyak aksi yang direfleksikan, semakin besar kesadaran yang tumbuh dari dalam diri siswa. Ketika refleksi menjadi kebiasaan maka siswa pun menjadi pembelajar mandiri. Pembelajar yang siap menghadapi berbagai tantangan, termasuk tantangan yang tidak dipelajari di sekolah.

Menjadi guru keren itu mendisiplinkan siswa tanpa hukuman dan hadiah (karena kalau pakai hukuman dan hadiah, namanya bos)

Paling enak memang jadi bos, tinggak perintah orang. Bila orang itu melakukan sesuai perintah, beri hadiah. Bila tidak, beri hukuman. Siapa suka bos? Semua orang sepertinya suka bos, ketika bos lagi bagi-bagi hadiah haha. Ketika bos marah dan memberi hukuman, semua orang jadi benci. Dan bos ditinggalkan kalau sudah tidak punya apa-apa untuk dijadikan hadiah. Meski ada guru yang berlagak seperti bos, tapi guru bukanlah bos.

Sayangnya, kebanyakan nasehat mengenai pendidikan yang saya dengar justru menyarankan guru menjadi bos. Siswa yang melanggar harus dihukum agar tidak mengulangi perbuatannya. Siswa yang berprestasi harus dikasih hadiah agar semakin semangat dan meningkat prestasinya. Semua tampak baik-baik saja sampai ketika siswa lepas dari pengawasan guru. Siswa cenderung jadi lepas kendali. Bukti? Lihat apa yang terjadi ketika guru tidak di kelas, suasana kelas jadi riuh ramai seperti pasar. Dampak lebih jauh, guru harus terus menerus waspada mengawasi layaknya bos, sangat melelahkan.

Bahaya hadiah dan hukuman dalam pendidikan sebenarnya sudah diperingatkan oleh Ki Hajar Dewantara sebagaimana yang saya ulas di buku Anak Bukan Kertas Kosong. Pemberian hadiah dan hukuman dihindarkan agar anak tidak berperilaku hanya karena ingin mendapatkan hadiah atau menghindari hukuman. Jangan sampai anak berperilaku karena motivasi eksternal. 
Poster ABKK KHD 4

Dalam pelatihan menjadi guru ini saya belajar metode baru yang disebut sebagai disiplin positif. Alih-alih mengontrol perilaku siswa, disiplin positif justru ingin menumbuhkan kesadaran pada siswa untuk mempu mengelola diri dan perilakunya sendiri. Disiplin positif mendidik siswa untuk bertanggung jawab terhadap dirinya. Bila terbiasa dengan hukuman dan hadiah, membangun disiplin pada awalnya membutuhkan energi besar tapi bila sudah berhasil maka jauh lebih mudah bagi guru mengelola kelas.

Menjadi guru 3
Membangun kesepakatan bersama (bukan peraturan) merupakan salah satu aktivitas dalam disiplin positif

Dalam Disiplin Positif, anak bertindak bukan karena hadiah atau hukuman, tapi karena kesadaran mengenai konsekuensi dari tindakannya. Saya tidak bertindak buruk bukan karena takut dihukum, tapi karena sadar bahwa konsekuensinya buruk buat saya. Apakah anak-anak sadar konsekuensi dari semua tindakannya? Belum, tapi anak sejak lahir telah dibekali kemampuan belajar yang membuatnya bisa mempelajari konsekuensi dari tindakannya. Anak akan belajar efektif bila terbiasa melakukan refleksi.

Guru keren menguasai dan menggunakan disiplin positif dalam mengelola kelas. Guru keren tahu bahwa proses diawal akan menguras energi tapi proses selanjutnya menjadi lebih mudah. Dengan disiplin positif, guru keren masih punya energi untuk membangkitkan semangat kelas.

Menjadi Guru Keren itu Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat 

Apakah setelah mengikuti pelatihan menjadi guru 15 hari maka saya siap menjadi guru? Belum. Setelah mengikuti pelatihan, saya semakin sadar bahwa mnejadi guru jauh lebi berat dibandingkan menjadi dosen sebagaimana telah saya jalani selama 7 tahun. Dosen menghadapi manusia dewasa yang sudah bisa dituntut untuk bertanggung jawab, sementara guru menghadapi anak-anak yang baru belajar bertanggung jawab terhadap tindakannya. Proses menjadi guru terus berkelanjutan, teman pelatihan saya akan mengikuti proses mentoring dan forum refleksi pengalaman tiap minggu sepanjang tahun. Iya menjadi guru itu menjadi pembelajar sepanjang hayat. Karena guru belajar yang layak untuk mengajar :)

Pada jaman digital ini, guru mempunyai banyak kesempatan belajar. Banyak sumber pengetahuan di internet yang bisa diakses dan dipelajari. Tantangannya adalah bagaimana membumikan berbagai pengetahuan agar sesuai dengan kondisi kelas masing-masing. Jadi akan menarik bila ada forum yang memberi kesempatan pada guru untuk berbagi praktek yang telah dilakukannya di kelas. Dengan berbagi praktek pengajaran, guru belajar sekaligus menginspirasi guru lain untuk belajar.

Bila anda tertarik menjadi guru yang belajar sepanjang hayat, maka anda perlu tahu Temu Pendidik. Apa itu? Sebuah forum berbagi praktek cerdas dari para guru selama dua jam. Tema Temu Pendidik kali ini adalah Disiplin Positif, yang akan diadakan pada 13 Agustus 2015 jam 15.00 – 17.00 di Sekolah Cikal Cilandak. Yuk daftarkan diri dengan cara kirim nama, asal sekolah, no hp dan email ke email info@LLE.or.id

Oh ya ikuti informasi mengenai pengembangan kualitas guru di twitter @Info_LLE atau Facebook Lifelong Learners School of Education. Bila tertarik mengadakan Temu Pendidik di daerah anda? Silahkan bergabung di Komunitas Guru Belajar.

Temu Pendidik Agustus 2015 Guru Keren

Berdasarkan pengalaman anda sebagai guru, apa ciri guru keren? 

Published by

Bukik Setiawan

Blogger

2 thoughts on “Tiga +1 Ciri Guru Keren”

  1. Selalu menarik belajar tentang dunia pengajaran ya Mas. Saya teringat beberapa tahun silam ikut kuliah umum profesor dari Ostrali tentang pengajaran andragogi versus pedagogi. Sangat menarik, terutama saat guru dituntut mampu mendesain materi berdasarkan life-center activity. Apakah mungkin mirip dengan pengalaman belajar siswa ya?

    Saya sepakat banget dengan satu poin: “Menjadi Guru Keren itu Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat”. Tepat! Tidak sedikit kini guru malas meng-upgrade kemampuan dalam hal apa pun sehingga pengajaran membosankan dan siswa jd letoy. Dengan demikian memang itu sebuah proses yang butuh kesabaran dan ketekunan, juga biaya, hehe. Agak absurd bila guru tidak mau belajar terus dan mengembangkan diri sementara setiap hari ilmunya terus diserap/dibagikan kepada para siswa.

    Dan saya merasakan hal yg sama: pelajaran mengarang dulu sering dapat bagus, tapi ya itu, tidak ada respons atau tanggapan. Kami tak tahu mana tulisan yang oke dan layak diteruskan, dan ma yg sebaliknya. Banyak teman yang membenci pelajaran menulis. Saya menduga, ada dua alasan: guru tak punya waktu utk menulis atau menguraikan seperti apa tulisan yang kuat; atau guru tersebut tak punya kemampuan menulis atau tak paham bagaimana jenis tulisan yang memikat. Kemungkinan kedua sangat memprihatinkan! :)

    Salam pembelajar! Terima kasih atas informasi ini.

  2. Pak, itu gambar di buat sendiri sama anaknya atau di buat guru, terus anak suruh pilih gitu? Btw, aku dapet banyak perspektif baru dari baca ini. Maklum sudah lama ndak masuk ruangan formal dan interaksi dengan guru.

    Tapi waktu itu guru selalu memberitahukan dan mengajak untuk melakukan hal baik. Kok waktu itu rasanya langsung lupa sehabis di beritahu melakukan hal baik. Tapi waktu sama kepala sekolah di SMK dulu, dikasih tau efek melakukan hal baik itu aku jadi inget terus. Apa mengajar itu harusnya ndak mengajak berbuat hal baik, tapi cukup memancing dan memberi tahu efek ketika kita telah berbuat baik ya?

Gimana komentarmu?

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: