Minions, sosok lucu bagi anak-anak ternyata dianggap mengerikan oleh orang dewasa. Mereka dianggap Dajjal hingga dipertanyakan alasan selalu memilih bos yang jahat. Mengapa?
Aku menonton Minions dua kali. Sekali nonton sendiri, kedua nonton bareng Damai. Film sebelumnya yang aku tonton bareng Damai adalah Cinderella. Dua film yang bertolak belakang. Cinderella yang berada pada tempat yang putih cemerlang, sementara Minion justru menempatkan diri pada posisi yang sulit dipahami oleh banyak orang.
Tak heran bila banyak gugatan terhadap film Minions, mulai dari tuduhan representasi dari Dajjal hingga pertanyaan menggelitik “mengapa Minions selalu memilih bos yang jahat?”. Soal konspirasi Dajjal tidak akan kubahas. Percuma. Aku ingin membahas pertanyaan menggelitik itu saja.
Kata anak Surabaya, hidup tidaklah seindah mulutnya Mario Teguh. Kataku, hidup tidaklah seindah Cinderella. Ketika pemahaman meningkat, kita semakin banyak melihat kompleksitas suatu perkara. Apa yang dari jauh terlihat indah, tapi ketika didekati ternyata hanyalah tipuan kamera, tak seindah tampaknya.
Dari film Cinderella, anak-anak bisa belajar bahwa bersikap baik dan berani adalah modal utama dalam hidup. Dari film Minions, anak-anak bisa belajar bahwa hidup tidak selamanya memberikan pilihan baik pada saat yang tepat.
Dan Minions, bukanlah wacana pertama yang menggambarkan kompleksitas hidup. Dalam dunia perwayangan, kita mengenal Karna, orang baik yang memilih berada pada sisi Kurawa. Ah Karna meski anak sais tapi punya kemampuan tak tertandingi sehingga punya banyak pilihan. Mari kita menukik lagi
Apakah ada yang kenal dua sosok di bawah ini? Mungkin tidak banyak yang megenal dua sosok tersebut, setidaknya tidak sebanyak orang yang mengenal Semar, Petruk, Gareng dan Bagong. Padahal kedua sosok tersebut punya peran yang sama dengan Semar, memberi masukan pada majikannya. Bahkan salah seorangnya adalah saudaranya Semar. Secara penampakan, mereka jauh dari kesan cakep dan enak dilihat. Lalu apa bedanya?
Kedua sosok tersebut bernama Togog dan mBilung. Togog adalah saudara tua dari Semar. mBilung adalah sahabat Togog. Kemanapun Togog pergi, disitulah mBilung berada. Ketika Semar memilih majikan yang dianggap baik, Pandawa, maka Togog memilih Majikan yang dianggap buruk, Kurawa.
Togog dan mBilung sering dianggap sebagai oportunis karena mereka tidak pernah setia pada satu raja. Tapi sebenarnya mereka hanya menjalankan peran mereka yaitu mengabdi. Ketika raja yang menjadi majikan mereka kalah atau mati, maka mereka memilih raja yang lain sebagai majikan baru. Dan selalu ada raja yang lain, karena Kurawa mempunyai banyak saudara.
Tugas Togog & mBlilung sama seperti tugas Semar dan anak-anaknya, memberi masukan pada majikan mereka. Tapi tingkat kesukarannya lebih sulit. Semar mendampingi Pandawa yang dianggap lurus dan baik. Sementara, Togog dan mBilung mendampingi Kurawa yang mewakili keangkaramurkaan sehingga seringkali harus melontarkan kritik pedas. Bila sudah putus asa, mBilung seringkali justru memberi masukan buruk. Mungkin dibenaknya terpikir agar majikannya segera dan sekalian hancur lebur.
Apakah pilihan Togog dan mBilung itu keliru? Mungkin saja. Secara sadar, kita enggan untuk memilih pilihan mereka. Tapi benarkah kita terbebas dari pilihan-pilihan Togog dan mBilung?
Kenyataannya, banyak dari kita yang memilih majikan bernama gadget untuk dipuja. Banyak dari kita yang memilih uang sebagai tuhan. Atau benarkah perusahaan atau lembaga tempat kita bekerja jauh lebih baik dari majikannya Togog dan mBilung?
Dari Togog dan mBilung, kita justru belajar bahwa berada pada pihak manapun, kita harus memberi masukan pada pihak tersebut. Dalam pilihan seburuk apapun, tugas kita adalah berbuat sebaik-baiknya agar pilihan itu jadi lebih baik. Ya meski pada akhirnya pilihan itu tetaplah buruk. Tapi bukankah kita merasa bermakna justru ketika kita berjuang sepenuh jiwa raga?
Pesan yang dulu disampaikan melalui cerita perwayangan dengan sosok Togog dan mBilung, mungkin di jaman modern ini disampaikan melalui film dengan sosok Minions. Toh hidup tak seindah kisah Cinderella
Sumber foto: Di sini
kemarin aku nonton minion bareng 2 anakku. Miki dan Rastan senang dan beberapa kali tertawa terpingkal-pingkal. sekali ia nyeletuk, “orang jahat yg jadi rajanya, bodoh ya, Yah.”
aku senyum saja. sambil memberi isyarat telunjuk ke bibirku, sst…pertunjukkan masih berlangsung.
Joss!
Ahahaha….bisa nemu sudut yang lebih segar
Pasti anaknya suka piknik ya mas?
Aku baru tau sosok sosok Togog dan mBilung, ya walaupun dari kecil memang kurang dekat sama tokoh-tokoh pewayangan. Tapi menarik juga ya tokoh pewayangan itu..
Padahal ada blogger kondang yang pakai nama sosok itu kan
Ya wayang adalah salah satu potret kehidupan ribuan tahun. Banyak pola yang sebenarnya kuno, hanya tampilannya dibuat baru
Mas Bukik, ada lagi satu tokoh fantasi, peri rumah, di cerita Harry Potter. Namanya, Dobby dan Kreacher. Fans Harry Potter, bukan? Atau coba tanya Damai hehe.
Si peri rumah tugasnya membantu majikan (biasanya dari kelas bangsawan). Peri rumah nggak bisa pilih mau ikut majikan yang baik atau jahat. Yang bisa peri rumah tawarkan adalah pengabdian kepada majikan.
Oh ya, menariknya, peri rumah bisa bebas (merdeka) kalau dapat pemberian barang yang asalnya dari majikan. Apapun itu, kaos kaki bolong sekalipun. Selain itu, si peri rumah ini juga bisa diwariskan dari majikan satu ke majikan lainnya. Lagi-lagi, si peri rumah nggak bisa pilih, mau ikut majikan yang baik atau jahat. Pokoknya, tugas peri rumah adalah membantu majikan.
Hmm, baik via penokohan di dunia fantasi atau dunia nyata, sebenarnya manusia memang menyadari peran-perannya dalam kebaikan atau kejahatan. Jangan-jangan, ini terlalu mudah. Jadi, ditambahin deh ‘bumbu-bumbu’ kehidupannya. Hidup udah bagaikan varian rasa Indomie. Silakan pilih!
Kebaikan tidak melulu happy ending dengan istana plus pangeran ala-ala Cinderella. Begitu juga kejahatan, tidak melulu berakhir di penjara. Tuh, Minions masih bisa bikin kita nyengir kuda dengan ba-na-na-nya.
What a life! xD