Mengapa Pendidikan Anti Korupsi Harus Sejak Usia Dini?

Korupsi sudah menjadi penyakit kronis masyarakat. Pemberantasan sel tumor korupsi sudah tidak memadai lagi. 

Suatu hari mendapat email dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Wah salah apa saya kok sampai dihubungi KPK?

Ternyata KPK berniat mengundang saya buat menjadi fasilitator Workshop Pengembangan Produk & Program Tunas Integritas. Tunas Integritas adalah sebuah program pendidikan anti korupsi untuk anak usia dini yang digagas oleh KPK. Loh sekarang KPK menangani anak-anak juga? Itu pertanyaan yang pertama terbersit di benak saya dan mungkin teman-teman juga.

Sandri Justiana (Twitter: @KickSandry) dari KPK memberikan penjelasan bahwa ada 3 strategi KPK yaitu penindakan tindak pidana korupsi, perbaikan sistem serta dan pembangunan karakter dan budaya anti korupsi. Saat ini memang strategi penindakan korupsi KPK yang banyak diliput media sehingga masyarakat lebih mengenalnya.

Namun korupsi sudah ibarat kanker kronis. Pemberantasan sel tumor sudah tidak cukup lagi. Upaya-upaya jangka pendek penindakan bisa memberantas tapi tidak mencegah tumbuhnya bibit-bibit baru korupsi. Padahal korupsi sudah meyakini pepatah, mati satu tumbuh seribu. Berantas satu lahir seribu yang baru. Oleh karena itu, KPK pun melakukan pengembangan karakter dan budaya anti korupsi yang tujuannya melahirkan generasi nanti yang tidak mengijinkan dirinya untuk melakukan korupsi.

Berbagi cerita, saling menginspirasi
Berbagi cerita, saling menginspirasi

Tunas Integritas adalah simbol anak berintegritas, anak-anak yang meyakini 9 nilai anti korupsi yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, adil, berani, mandiri, kerja keras, dan sederhana. Nilai-nilai ini yang menurut KPK bila ditumbuhkan dari diri anak Indonesia maka generasi nanti akan lebih tahan terhadap penyakit korupsi.

Gerakan Tunas Integritas mulai dengan penyusunan buku cerita anak, pemilihan Duta Tunas Integritas, Workshop Implementasi dan Workshop Pengembangan Produk-Program . Buku cerita anak merupakan hasil kolabosasi KPK dengan Forum Penulis Bacaan Anak. Sementara, Workshop Implementasi melibatkan seorang pendongeng keren Ariyo Zidni, (Twitter: @ai0dongeng) yang kebetulan pernah mengisi seminar Indonesia Bercerita. Selain itu, ada juga kak Adin (twitter: @kak_adin) dan Iman Soleh (Dosen, Sutradara, dan Pengelola Komunitas Celah-celah Langit)

Rudi Cahyo tengah beraksi
Rudi Cahyo tengah beraksi

Saya sempat bertanya bagaimana teman-teman KPK mengenal saya? Lha wong saya kan orang ndeso, tinggal jauh dari ibukota. Jawabnnya cukup mengejutkan. Mereka ternyata telah mengunduh buku-e Appreciative Inquiry yang saya luncurkan 3 tahun yang lalu. Internet memang telah memangkas jarak.

Workshop Pengembangan Produk/Program Tunas Integritas ini sendiri adalah tantangan baru bagi saya. KPK berharap Tunas Integritas tidak sekedar menjadi buku cerita, tapi menjadi sebuah gerakan bersama. Membuat buku adalah sebuah tantangan, mentransformasikan buku menjadi sebuah gerakan adalah tantangan yang lain lagi.

Berdasarkan harapan mengubah Tunas Integritas menjadi sebuah gerakan bersama, saya membuat desain workshop dan mendiskusikannya dengan teman-teman KPK via email. Saya  melibatkan tim Indonesia Bercerita yaitu Rudi Cahyono (Twitter: @RudiCahyo) agar proses workshopnya lebih seru dan dinamis.

Buku Tunas Integritas - GRATIS
Buku Tunas Integritas – GRATIS

Sewaktu workshop Produk – Program Tunas Integritas ini saya berkenalan dengan tim Forum Penulis Bacaaan Anak yang keren-keren. Timnya yang hadir terdiri dari 3 orang yaitu Ary Nilandari, Eva Nukman, dan Sofie Dewayani. Tampilannya kalem tapi waktu presentasi banyak sekali pelajaran menarik yang disampaikan. Setiap poinnya bisa dijelaskan jadi 1 posting sendiri hehe. Saya sampaikan 3 pemahaman keliru mengenai anak & bacaan anak yang menarik menurut saya.

  1. Anak dianggap miniatur orang dewasa. Kertas kosong yang harus diisi sesuai dengan kehendak orang dewasa.
  2. Anggapan bahwa menyampaikan pesan moral adalah tujuan utama menulis cerita.
  3. Anggapan bahwa cerita yang mudah dipahami anak adalah yang tokohnya hitam dan putih, tanpa perkembangan manusiawi.

Peserta workshop Pengembangan Program-Produk Tunas Integritas sangat beragam latar belakangnya. Kebanyakan dari industri kreatif mulai animator, sinemas, ahli pemograman, desainer web, komikus, penulis  cerita anak, hingga teman-teman dari kampus dan komunitas sosial. Mengapa beragam? Harapannya ada kolaborasi antar pihak yang menciptakan inovasi dan gerakan anti korupsi yang terintegrasi.

Presentasi gagasan kreatif
Presentasi gagasan kreatif

Saya menggunakan formula ATAP sebagai alur proses dalam workshop ini. ATAP sendiri adalah singkatan dari Awal, Tantangan, Aksi dan Perubahan. Sesi awal mengajak peserta untuk mengenali aktor perubahan yang terlibat beserta kekuatannya. Sesi Perubahan mengajak peserta mengimajinasikan perubahan positif yang ingin diwujudkan dan kontribusi karya/program terhadap perubahan tersebut.

Selanjutnya, peserta mengenali kesulitan dan hambatan dalam mewujudkan perubahan positif di sesi Tantangan. Akhirnya, peserta merumuskan rencana aksi yang berpijak pada kekuatan para aktor, mengatasi tantangan dan mewujudkan perubahan positif.

Foto Bareng Peserta Workshop Bandung
Foto Bareng Peserta Workshop Bandung

Peserta antusias mengikuti jalannya workshop. Mereka berbagi cerita dan ide kreatif. Setiap sesi mempunyai rasa. Ada yang inspiratif, ada yang menyenangkan, dan ada yang bikin peserta berpikir serius. Proses yang berkualitas pun menghasilkan gagasan yang berkualitas. Banyak ide program/produk yang unik dan sinergis. Semoga ide-ide tersebut tumbuh menjadi produk/program yang menjadi bagian dari pendidikan anti korupsi di Indonesia.

Kalau menurut anda, bagaimana cara melakukan pendidikan anti korupsi sejak dini? 

Published by

Bukik Setiawan

Blogger

11 thoughts on “Mengapa Pendidikan Anti Korupsi Harus Sejak Usia Dini?”

  1. luar biasa acaranya.. jadi mau ikutan acara seperti ini nih… pemikiran yang luar biasa dari sekelompok orang yang rela meluangkan waktunya untuk melawan korupsi…

    kalau menurut saya, tidak perlu teriak teriak ke anak untuk menjadi jujur… tapi jadi jujur pada diri sendiri. Anak hanya akan melihat contoh saja. Jadi yang perlu didik adalah orang tuanya agar selalu berkata dan bertingkah jujur.

    1. Ayo ayo ikutan….follow akun KPK aja

      Benar, pertama adalah memberi contoh. Tapi tidak cukup. Mengapa? Jujur itu bukan sesuatu yang mudah ditunjukkan. Gimana cara mudahnya? Ya bercerita….setelah itu baru disambungkan dengan pengalaman orang tua/anak

  2. Saya setuju sekali”
    krna di indonesia sudah jarang yg bisa menjadi publik figur atau contoh yg bisa membangun moral generasi penerus bangsa…

  3. Cara yg keren. tv nasional gak akan pernah menanyangkan ini yak.

    menurut aku pendidikan usia dini harus memutus mata rantai antara kebiasaan orang tua dan anak. seperti kalo anak byr spp sekolah, beri uangnya yg pas. jgn ‘kembaliannya buat adek’ dan hal2 kecil seperti itu :D

  4. like this banget sama acara ini, tapi satu pertanyaan saya yg mungkin bisa kita sharigkan Pak. Gimana caranya mengatakan “tidak” pada korupsi buat orang yang tidak berniat korupsi? dan disi lain whistle blower di indonesia masih sulit mencari perlindungan.
    contoh riil:
    suatu ketika, saya terlibat kepanitiaan dan mendapat suntikan dana sponsorship dr luar, semua pengeluaran dan pendistribusian uang kami rinci rapi dalam pembukuan di MS excel, insya Allah gak 100 perakpun luput, dan semua berjalan sesuai rencana, dan berdasarkan data pembukuan kami, fresh money dr sponsor, masih sisa 6 juta sekian. karena ini acara kampus, yang tujuannya untuk branding, dan bukan acara amal ataupun money oriented, tim panitia setuju untuk mengembalikan uang tsb, tapi ternyata pihak terkait berkata “udah ambil aja, kalau kalian kembalikan malah saya yang repot bikin pembukuannya”.
    dari realita diatas, secara langsung kita di paksa melakukan korupsi, dan mungkin diinstansi lain pun melakukan hal yang sama. :D

Gimana komentarmu?

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: