Advokasi Kreatif: Sebuah Upaya Meretas Ide Segar

Advokasi apa? Advokasi Kreatif? Buat apa kreativitas dalam melakukan advokasi? Begitu mungkin pertanyaan yang terlontar. Tapi itulah menariknya ulasan ini. 

Awalnya beberapa bulan yang lalu mendapat email dari Bu Yoen tentang niatnya mengajakku berkolaborasi. Begitu aku melihat adanya kesempatan menerapkan Appreciative Inquiry, aku menyanggupi tawaran kolaborasi itu. Maklum, Appreciative Inquiry adalah sebuah pendekatan perubahan yang kusukai, kuyakini dan kupelajari selama ini.

Setelah dua kali workshop dan bongkar pasang tim akhirnya minggu lalu, aku bersama tim  melaksanakan Workshop Advokasi Kreatif untuk Meningkatkan Partisipasi Warga angkatan pertama. Workshop yang diselenggarakan sebagai bagian dari ProRep (Program Representasi) dengan dukungan dana dari USAID ini diselenggarakan di Hotel Santika mulai 21 – 23 Februari 2012.

Aku senang meski hanya sehari tapi kami mendapat dukungan dari Deni Rodendo, seorang graphic recorder yang ciamik dalam melakukan pencatatan melalui gambar (Baca kisahnya di Bukik Bertanya). Bu Yoen pun menjanjikan membawa puluhan jimbenya untuk memeriahkan workshop kali ini.

Aku memulai dengan sebuah sesi perkenalan cerita metafor dengan menggunakan seperangkat kartu gambar. Buat kartu gambar ini aku berterima kasih buat @Kreshna yang telah mengijinkanku untuk menggunakannya. Gambar-gambar pada kartu itu aku dapatkan dari koleksi Kreshna yang bisa dilihat di sini. Aku pernah menggunakan teknik cerita metafor tapi dengan kartu lain yang gambarnya tanpa ijin. Hehehe jadi sekarang mulai bertobat untuk mulai dengan ijin.

Peserta memilih kartu gambar yang disukainya dan bercerita tentang dirinya mengikuti panduan pertanyaan yang telah kubuat. Hasilnya? Cerita yang luar biasa lahir dari para peserta. Aku paling ingat cerita dari Mas Wai yang bercerita tentang Sang Pelintas. Ia merasa dirinya dan orang lain itu seperti seorang pelintas, orang yang melintasi berbagai masalah dan tantangan. Dalam melintas, orang harus menengok ke kanan-kiri untuk memastikan tidak bertabrakan dengan pelintas lainnya. Ketika orang berhenti melintas, maka ia akan jadi seperti tukang becak dalam gambar, pasrah menanti.

Sesi awal workshop ini adalah Penemuan Kisah Hebat Advokasi, yang mengajak peserta untuk menggali dan berbagi pengalaman terbaik mereka dalam melakukan advokasi. Sesi berlangsung hangat karena peserta yang berasal dari Lakpesdam NU dan FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) saling bercerita pengalaman yang beragam. Pada akhir hari pertama, peserta mengaku senang bisa belajar dari pengalaman advokasi dari peserta yang lain.

Oh ya kejadian paling menakjubkan pada hari pertama adalah pencatatan melalui gambar yang dilakukan oleh Deni Rodendo. Selama workshop berlangsung, Deni menyimak dan langsung membuat gambarnya yang diakui ketepatannya oleh para peserta.  Lihat 3 gambar dibawah ini

Setelah itu, peserta workshop mengikuti sesi pengayaan wawasan yang meliputi topik Kebebasan Informasi Publik, Transparansi Anggaran, Media Sosial untuk Advokasi dan Advokasi Kreatif. Dalam sesi media sosial, aku bercerita tentang berbagai pengalaman penggunaan media sosial oleh masyarakat dalam melakukan advokasi serta beberapa data dan prinsip penggunaan media sosial.

Dalam sesi advokasi kreatif aku menyoroti 4 poin penting: Dikotomi LSM, Bentuk Aksi Massa, Internet dan Pendekatan Baru Perubahan. Dikotomi LSM, sejak lama LSM telah terbagi setidaknya menjadi 2 kategori: strukturalis dan developmentalis. Strukturalis bersikap kritis dan melakukan perlawanan terhadap kekuasaan, biasanya bergerak di bidang politik, hukum dan HAM, dan lingkungan hidup. Sementara developmentalis lebih memilih mempromosikan praktek dan solusi alternatif, biasanya bergerak di bidang sosial ekonomi. Pertanyaannya, ketika negara tidak lagi homogen, ketika korporasi terus membesar, apakah dikotomi ini masih relevan?

Aksi Massa. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah negeri ini banyak dipengaruhi oleh aksi massa yang seringkali diasosiasikan dengan demonstrasi. Bahkan reformasi 1998 pun dilakukan dengan reformasi serta pendudukan DPR/MPR oleh mahasiswa dan aktivis pro-demokrasi. Meski demikian, ada beberapa orang yang telah menggunakan bentuk aksi massa secara kreatif. Meski belum fenomenal, tapi ide kreatif ini layak untuk dicoba. Andaikai demo bisa sekreatif aksi di video ini…….

Internet. Banyak aksi sosial yang terbukti sukses berkat dukungan melalui internet. Indonesia sendiri telah mencatat kasus Koin Prita (Baca ebooknya), bagaimana gerakan dukungan dalam bentuk koin bisa menyebar ke seluruh Indonesia. Sementara, banyak organisasi sosial telah memanfaatkan video dan Youtube dalam melakukan kampanyenya.

Pendekatan Baru Perubahan. Secara singkat aku memperkenalkan Heart of Change dari Kotter, Appreciative Inquiry, Jejaring Sosial dan Organization Learning. Heart of Change meyakini bahwa manusia berubah melalui alur “See – Feel – Change”. Manusia bukan semata makhluk rasional, tapi lebih makhluk yang emosional. Appreciative Inquiry menunjukkan bahwa manusia dan organisasi berubah ke arah topik-topik yang paling sering dipercakapkan. Jejaring sosial menunjukkan bagaimana kekuatan sosial melampui kekuatan individu. Sementara, organizational learning menampar dengan kenyataan bahwa korupsi bisa berkembang luas meski tidak pernah ada Pelatihan Menjadi Koruptor Sukses.

Setelah tahap pengayaan, peserta kemudian diajak untuk melakukan visioning, membayangkan masa depan advokasi yang ideal. Aku mengajak peserta untuk bercerita pada tahun 2017 mengenai kisah advokasi yang telah mereka lakukan. Peserta memvisualisasikan cerita itu dalam bentuk gambar dengan menggunakan vision board. Namanya sih keren tapi prakteknya seperti anak-anak yang mengumpulkan berbagai gambar yang bisa mewakili impian.

Setelah itu, peserta membuat peta ekologis, peta yang menggambarkan keadaan yang dihadapi dalam melakukan advokasi kreatif. Berdasarkan peta ekologis itu, peserta diajak menemukan pilihan-pilihan strategi advokasi kreatif. Pilihan strategi kreatif itu kemudian diubah menjadi sebuah lagu. Seru lho lagunya, simak saja video-videonya di bawah ini.

Pada akhir workshop, kami bersama-sama melakukan refleksi atas workshop advokasi kreatif ini. Ada beberapa poin penting: (i) Advokasi ternyata bukan hanya tentang melawan, tapi juga berkolaborasi. (ii) Media sosial punya potensi menjadi media dalam melakukan advokasi baik untuk pengorganisasian maupun pembentukan opini. (iii) Komunikasi melalui gambar ternyata lebih mudah dan efektif dari pada dengan kata-kata. Tentu, ingat “See – Feel – Change”!

Dalam workshop ini tidak dibahas pengertian advokasi kreatif. Kalau membaca posting ini, menurut anda, apa itu Advokasi Kreatif?

Published by

Bukik Setiawan

Blogger

8 thoughts on “Advokasi Kreatif: Sebuah Upaya Meretas Ide Segar”

Gimana komentarmu?

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: